Kata “Gaza” berasal dari kata Arab, dan merupakan nama sebuah kota yang terletak di pantai timur Laut Mediterania di Palestina.Asal usul kata Gaza berasal dari bahasa Arab dan digunakan untuk menyebut kota tersebut. dan daerah sekitarnya.
Nama “Gaza” berasal dari bahasa Arab dan memiliki banyak kemungkinan interpretasi dalam bahasa Arab, . Dalam berbagai perubahan penguasa, namanya berubah-ubah, seperti “هزاتي” (Hazati) oleh Kanaan, “غزاتو” (Gazato) oleh Mesir, “عزاتي” (Azati) selama pemerintahan Asyur dan Yunani, “غادرز” (Gadara) selama Perang Salib, dan tetap sebagai “غزة”. selain itu juga Patung Zeus ditemukan di Gaza, kota yang kemudian menjadi ibu kota administratif Mesir di Tanah Kanaan. Pada masa pemerintahan Tahmus III, kota ini menjadi stasiun perdagangan antara Mesir dan Suriah dan disebut sebagai “Azzati” dalam surat-surat Tell el-Amarna. (Gaza) dalam bahasa Arab, tanpa perubahan oleh Turki. Beberapa ahli sejarah berpendapat bahwa nama Gaza berasal dari kata yang berarti “kekuatan dan keberanian” atau memiliki arti “kekayaan,” sementara yang lain mengartikannya sebagai “المميزة” atau “المختصة” untuk menunjukkan posisi istimewanya di antara kota-kota lainnya. Orang Ibrani merujuk padanya sebagai “عزة” (Azza), sementara orang Kanaan menyebutnya sebagai “هزاتي” (Hazati), dan orang Mesir menyebutnya sebagai “غزاتو” (Gazato).Ketika Asyur dan Yunani memerintah, kota tersebut dikenal sebagai “عزاتي” (Azati). Selama Perang Salib, namanya mengalami perubahan menjadi “غادرز” (Gadara). Namun, meskipun begitu, orang Turki tetap menggunakan nama Arab “غزة” (Gaza), seperti yang disebutkan dalam Al-Wathan.
Dilihat dari karakteristiknya, kawasan ini dianggap sebagai kawasan yang kaya akan sejarah dan budaya, terkenal dengan warisan Palestina dan sejarah kunonya. Gaza terletak di selatan Palestina dan merupakan salah satu kota besar di wilayah tersebut. Orang-orang Palestina di Gaza adalah orang-orang yang baik hati, ramah dan menyenangkan, dan mereka melestarikan tradisi dan budaya mereka meskipun ada tantangan besar yang mereka hadapi.
Di sisi lain, Gaza juga mengalami tantangan ekonomi dan sosial, termasuk blokade yang dilakukan Israel terhadap wilayah tersebut, yang sangat berdampak pada kehidupan penduduk setempat. Ketahanan dan tekad merupakan bagian dari karakteristik masyarakat Gaza, karena mereka menghadapi tantangan dengan kekuatan dan tetap berharap terhadap perdamaian dan keadilan di wilayah tersebut.
Gaza memiliki peran strategis dan penting dalam sejarah Palestina, selain sebagai pusat administratif sementara bagi Otoritas Palestina, kota ini juga menjadi lokasi berbagai kantor dan kementerian. Didirikan oleh orang Kanaan pada abad ke-15 SM, Gaza telah berganti tangan di bawah berbagai penguasa seperti Mesir, Yunani, Romawi, Bizantium, Ottoman, dan lainnya. Pada tahun 635 M, kaum Muslim Arab merebut kota ini, menjadikannya pusat Islam yang signifikan, terutama dengan keberadaan makam Hashim bin Abdul Muttalib, kakek Nabi Muhammad. Oleh karena itu, Gaza terkadang disebut sebagai “Gaza Hashem.” Kota ini juga dianggap sebagai tempat kelahiran Imam Syafi’i, salah satu dari empat imam besar dalam Islam Sunni, lahir pada tahun 767 Masehi.
Dalam sejarah modern, Gaza jatuh ke tangan Inggris selama Perang Dunia I dan menjadi bagian dari Mandat Britania atas Palestina. Setelah Perang Arab-Israel pada tahun 1948, Mesir mengelola Gaza dan melakukan berbagai pembangunan di kota ini. Namun, Israel menduduki Gaza pada tahun 1967, dan pada tahun 1993, kota ini diserahkan kepada Otoritas Palestina. Setelah pemilihan tahun 2006, terjadi konflik antara Fatah dan Hamas, dengan Fatah menolak mentransfer kekuasaan di Gaza kepada Hamas. Sejak itu, Gaza mengalami blokade oleh Israel dan Mesir. Meski begitu, setelah Revolusi Mesir, Mesir membuka pintu masuk Rafah untuk memfasilitasi warga Gaza, meskipun keputusan ini tidak membawa perubahan besar.
Kehidupan di Zaman Kuno:
Gaza memiliki warisan sejarah yang panjang yang mencakup periode zaman kuno. Kota ini dianggap sebagai salah satu kota tertua di dunia, dengan jejak sejarah yang mencapai zaman Mesir Kuno. Pada abad ke-15 SM, Gaza menjadi bagian dari Kanaan, wilayah yang disebutkan dalam Alkitab. Kota ini menjadi pusat perdagangan yang penting dan tempat pertemuan berbagai budaya dan peradaban.
Pengaruh Mesir dan Feniks:
Gaza sering kali menjadi medan pertempuran antara Mesir dan bangsa-bangsa tetangga. Selama periode dominasi Mesir, Gaza dianggap sebagai gerbang utama menuju wilayah tersebut. Pengaruh Mesir dapat terlihat dalam arsitektur dan seni rupa Gaza pada saat itu.
Di era yang sama, bangsa Feniks, yang juga dikenal sebagai orang Kanaan, memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan budaya dan ekonomi Gaza. Mereka memperkenalkan sistem pertanian yang efisien dan teknik pengolahan logam, menciptakan fondasi bagi kemajuan kota ini.
Zaman Klasik dan Kekristenan:
Pada zaman klasik, Gaza menjadi bagian dari Kekaisaran Romawi dan kemudian Bizantium. Pengaruh Romawi dan Bizantium dapat dilihat dalam sisa-sisa arsitektur kuno yang masih bertahan hingga saat ini. Selama periode ini, Gaza juga menjadi pusat penting bagi agama Kristen. Banyak gereja dan biara dibangun di kota ini, menciptakan jejak sejarah kekristenan yang kaya.
Era Islam dan Kesultanan Ottoman:
Pada abad ke-7, Gaza jatuh ke tangan Muslim selama penaklukan Islam. Islam membawa perubahan signifikan dalam identitas budaya dan sosial kota ini. Gaza menjadi pusat pembelajaran agama dan ilmu pengetahuan Islam. Selama pemerintahan Kesultanan Ottoman, Gaza terus berkembang sebagai pusat perdagangan yang strategis.
Perjuangan Modern dan Konflik Palestina-Israel:
Abad ke-20 menyaksikan perubahan dramatis dalam sejarah Gaza seiring dengan konflik Palestina-Israel. Setelah Perang Dunia I, Gaza menjadi bagian dari Mandat Britania di Palestina. Pada tahun 1948, konflik Arab-Israel meletus, dan Gaza menjadi satu dari beberapa wilayah yang dikuasai oleh Palestina.
Pada tahun 1967, selama Perang Enam Hari, Israel merebut kendali atas Gaza. Ini mengawali periode pendudukan yang panjang dan konflik berkelanjutan antara Israel dan Palestina. Selama beberapa dekade terakhir, Gaza telah menjadi pusat perjuangan dan ketegangan di Timur Tengah.
Budaya dan Warisan:
Meskipun dihadapkan pada tantangan dan konflik, budaya Gaza tetap hidup dan berkembang. Seni rupa, musik, dan sastra menjadi medium ekspresi yang penting bagi masyarakat Gaza. Warisan budaya ini terus dilestarikan sebagai bentuk ketahanan dan identitas bangsa Palestina
Referensi
Abu-Lughod, Ibrahim. “Gaza: A Social and Economic History.” Indiana University Press, 2008.
Dumper, Michael. “The Politics of Jerusalem since 1967.” Columbia University Press, 1997.
Filiu, Jean-Pierre. “Gaza: A History.” Oxford University Press, 2014.
Sayigh, Rosemary. “The Palestinians: From Peasants to Revolutionaries.” Zed Books, 2007.
Zev Vilnay, The Geography of Palestine (1966)
Mariam Shahin, The History of Gaza (2010)